Profil Singkat Letjen TNI (Purn.) Mochamad Jasin, Jenderal TNI Asal Aceh

Letjen TNI (Purn.) Mochamad Jasin adalah salah seorang tokoh militer Indonesia yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) ABRI pada tahun 1970-an. Saat menjabat sebagai Panglima Kodam I/ Iskandar Muda (1960-1963), ia juga merupakan salah seorang tokoh penting yang berperan besar dalam menciptakan perdamaian di Aceh ketika berhasil menyelesaikan pemberontakan DI/ TII di Aceh melalui jalan damai. 

Profil Singkat Letjen TNI (Purn.) Mochamad Jasin, Jenderal TNI Asal Aceh

Mochamad Jasin lahir di Sabang, Pulau Weh, Aceh pada tanggal 22 Juli 1921 dari ibu berdarah Minangkabau dan ayah, Mochamad Iyas, yang berdarah Jawa. Sebelum masuk dunia militer, awalnya Mochamad Jasin adalah seorang guru. Namun saat revolusi fisik kemerdekaan, Jasin masuk PETA dan bermetamorfosis menjadi seorang tentara. Meski begitu, karakternya sebagai guru tidak hilang. Ia pernah menjadi pengajar di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SSKAD/ kini Seskoad) yang merupakan lembaga pendidikan tinggi di Angkatan Darat. Di antara murid-muridnya saat itu antara lain yaitu Ahmad Yani dan Soeharto (Presiden kedua RI). 

Nama Mochamad Jasin mulai mencuat saat menjabat sebagai Panglima Kodam Iskandar Muda di Aceh pada 1960-1963. Ia berperan besar dalam memadamkan pemberontakan Darul Islam pimpinan Daud Beureuh secara damai. Saat itu, Mantan Gubernur militer Aceh, Daud Beureueh merasa kecewa dengan berbagai kebijakan pusat terhadap Aceh sehingga ia memproklamasikan diri bahwa Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo. Daud Beureueh bersama kelompoknya juga melakukan gerakan serentak untuk menguasai kota-kota yang ada di Aceh. 

Pemerintah pun bergerak cepat untuk meredam pemberontakan ini. Ketika kelompok separatis ini semakin terdesak oleh pasukan TNI, Mochamad Jasin sebagai Panglima Kodam Iskandar Muda kemudian membujuk Daud Beureueh untuk turun gunung dan mengadakan musyawarah bersama. Usahanya pun membuahkan hasil. Lewat jalan damai, Mochamad Jasin berhasil membujuk sang mantan gubernur militer itu untuk duduk bersama tanpa satu pun peluru meletus. Mochamad Jasin pun akhirnya dapat merangkul kembali Daud Beureueh untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi. 

Atas keberhasilannya, Mochamad Jasin kemudian ditugaskan untuk menumpas PKI di Jawa Timur dengan diangkat sebagai Panglima Brawijaya pada tahun 1967. Lewat Operasi Trisula, dalam tiga tahun, Jasin sukses membersihkan unsur komunis di Jawa Timur. Selesai bertugas di Jawa Timur, Jasin kemudian kembali ditarik ke Jakarta. Jabatan terakhirnya di TNI adalah sebagai Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) pada tahun 1970. 

Mochamad Jasin dikenal sebagai jenderal yang jujur, sederhana, disiplin, dan berpendirian sangat kukuh. Bersama beberapa tokoh lainnya, ia pernah menandatangani dokumen yang berisi kritik terhadap Presiden Soeharto yang dianggap telah menyalahgunakan kekuasaannya sebagai presiden. Dokumen yang ditandangani di Jakarta pada tanggal 5 Mei 1980 ini kemudian dikenal sebagai Petisi 50. Sebagai salah seorang anggota Petisi 50, ia dikenal paling vokal dalam mengkritik kebijakan Soeharto pada masa Orde Baru yang dianggapnya telah banyak menyimpang. 

Mochamad Jasin dikarunia umur panjang. Suami dari Siti Abesanti ini wafat pada 7 April 2013 dalam usia lanjut 91 tahun. Tempat peristirahatan terakhirnya berada di pemakaman Tanah Kusir, Jakarta Selatan. (diolah dari berbagai sumber).
 
LihatTutupKomentar